Dia Ana...

Episode 01

"Ibu aku kangen,,,,   kangen dimarahin, kangen dimanjain, kangen dimasakin.. nggak kayak disini
apa-apa harus sendiri, iya bener-bener harus sendiri :'( :'( " gerutu seorang gadis.

Gadis itu namanya ana, dia merantau di Jakarta dengan tujuan ingin merubah nasibnya. Awalnya bapak sama ibunya tidak mengijinkan ana untuk pergi ke Jakarta, dengan alasan takut ana kenapa-kenapa. Jelas sekali anggapan bapak kalo jakarta itu kejam apalagi untuk seorang ana. Ana mungkin tergolong anak yang baik, pemalu dan pandai tapi dia mempunyai sifat yang tidak enakan kepada orang lain walaupun sebenarnya dia merasa sakit, tapi entah kenapa dia selalu rela.

Bersih keras bapak tidak mengijinkan ana pergi ke Jakarta, tapi ana tidak kalah dari bapaknya. "Ana ingin kuliah pak, ana ingin seperti yang lain, ana janji ana bisa jaga diri. Ana sekarang udah gede, ana tau mana yang baik dan buruk buat ana. Ana sadar kalau keadaan ekonomi keluarga kita tidak cukup, maka dari itu ana mohon untuk doa dari bapak sama ibu untuk mendoakan ana supaya dipermudah dan tetap dalam lindungan-Nya. Ana mohon ridho kalian, ana tidak mau minta apa-apa, terimakasih sudah mendidik ana dengan cara kalian hingga ana jadi seperti ini, terimakasih ibu, terimakasih bapak." bujuk ana kepada orang tuanya. Hingga bapaknya tidak bisa mengelak lagi, sebenarnya yang bapak inginkan ana tetap bekerja atau melanjutkan sekolah dikampung berkumpul bersama keluarga tidak harus pergi keluar kota, supaya kalau ada apa-apa bisa gampang dan tetap bisa memantau anak gadisnya.

Hingga hari keberangkatan itu datang, ana pamitan sama bapak, ibu dan adek laki-lakinya. dengan dibekali uang 400.000 saja untuk sebulan itu udah termasuk jatah buat bayar kos dan makan. ana tau maksud bapak membekali ana uang segitu, supaya ana tidak betah di Jakarta. Tapi untungnya ana punya tabungan 700.000 hadiah dari lomba mengarang. sebenarnya lomba itu diadakan pas kelas XI tapi entah kenapa hadiahnya dikasih pas kelulusan. Alhamdulillah Allah selalu mempermudah jalan ana.

Sepanjang jalan di bus, bapak tidak bilang apa-apa sama ana, karena bapak dan ana tidak begitu dekat. Tapi ana tau dari sikapnya yang dingin itulah bentuk kasih sayangnya. Mungkin keluarga ana terlalu unik untuk diceritakan semuanya disini.

Sesampainya di Jakarta, ana dan bapak langsung mencari kosan termurah. Dapatlah kosan itu dengan harga 250.000/bulan. Bapak bertanya sama ana "Apa kamu mau tinggal disini ?" "Ya ana mau". tapi sebenarnya dari lubuk hati ana dia sangat menolak keras tinggal di tempat seperti itu. kamarnya kecil banget, panas, engap, tidak ada sirkulasi udara, di lantai atas, ubin dan dindingnya terbuat dari papan, bener-bener samping rel kereta, wajar saja jika ada kereta lewat seperti ada gempa lokal, semuanya bergetar dan bergoyang dengan dahsyat,, sampai-sampai baju gantungan ana terjatuh jika ada kereta lewat. Ana putuskan kepada pemilik kos-kosan untuk membayarnya setengahnya dulu. untuk yang kurangnya ana janji akan melunasinya akhir bulan setelah mendapat gaji pertama.

Dengan bermodalkan gantungan 4 buah, 1 setrika, 1 bantal love pemberian dari kakaknya, selimut, peralatan sholat dan mandi, dan baju 5 pasang, ana langsung merapikan dan menata di lemari. Setelah semua selesai ana dan bapak langsung makan bekal yang disiapkan ibu ana. di sela-sela makan mereka, bapak pesen sama ana kalau ana tidak betah disini cepet-cepet kabari bapak, dan kemasi barang untuk pulang saja ke kampung, cari kerjaan disana, jika kamu bener-bener pengen kuliah nanti bapak sama ibu bisa bantu sedikit-sedikit, dan sore ini kamu jangan lupa untuk melapor ke pa RT setempat biar kalo ada apa-apa bisa gampang nanti bapak bantu bilang sama ibu kos. Ana langsung kaget "Kok bapak bilang gitu, emang bapak tidak nginep dulu semalam aja gitu" sahut ana. "Bapak habis makan juga mau cepet-cepet pulang na, ada kerjaan yang belum selesai ga enak sama yang nyuruh." jawab bapak.

Makanpun berlangsung sepi dan setelah semuanya beres, bapak pamitan sama ana dan tak lupa bapak menitipkan ana kepada ibu sama bapak kos untuk membantu dan menjaga ana, karena bapak sangat khawatir sama ana. Ana yang semasa dikampung dulu tidak pernah keluar malam, tidak pernah kemana-mana, paling keluar kalau itu acara dari sekolahan saja, pantas saja bapak merasa khawatir seperti itu.

Bersambung.....

Comments

Popular Posts